fisika

fisika
i love fisika

Jumat, 27 September 2013

RADIOAKTIF



RADIOAKTIF DALAM BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

I. PENDAHULUAN
Radiasi adalah pencemaran/pengeluaran dan perambatan energi menembus ruang atau sebuah substansi dalam bentuk gelombang atau partikel. Partikel radiasi terdiri dari atom atau subatom dimana mempunyai masa bergerak, menyebar dengan kecepatan tinggi menggunakan energi kinetik. Beberapa contoh dari partikel radiasi adalah elektron, beta, alpha, photon, dan neutron.
Sumber radiasi dapat terjadi secara alamiah maupun buatan. Sumber radiasi alamiah contohnya radiasi dari sinar kosmis, radiasi dari unsur-unsur kimia yang terdapat pada lapisan kerak bumi, radiasi yang terjadi pada atmosfer akibat terjadinya pergeseran lintasan perputaran bola bumi. Sedangkan sumber radiasi buatan contohnya radiasi sinar x, radiasi sinar beta, radiasi sinar alpha, dan radiasi sinar gamma.
Radioisotop adalah suatu unsur radioaktif yang memancarkan sinar radioaktif. Radioaktif mempunyai peranan penting dalam melengkapi kebutuhan manusia di berbagai bidang. Salah satunya di bidang kedokteran dan kesehatan. Penggunaan radioisotop di bidang kesehatan untuk keperluan radiodiagnostik dan radioterapi dalam kedokteran nuklir. Teknik nulkir dengan menggunakan radioisotop di bidang kedokteran nuklir dimulai pada tahun 1930-an sebagai wujud dari perkembangan ilmu dan teknologi. Sedangkan di Indonesia dimulai pada tahun 1967 tidak lama setelah peresmian reaktor nuklir di Bandung.
Ilmu kedokteran nuklir merupakan salah satu ilmu cabang kedokteran yang memanfaatkan sumber radiasi terbuka dari disintegrasi inti radioaktif buatan untuk tujuan diagnostik melalui pemantauan proses fisiologi dan biokimia.
Dewasa ini, aplikasi tenaga nuklir dalam bidang kesehatan telah memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam menegakkan diagnostik maupun terapi berbagai jenis penyakit. Berbagai disiplin ilmu kedokteran seperti ilmu penyakit dalam, ilmu penyakit saraf, ilmu penyakit jantung, dan sebagainya telah mengambil manfaat dari tehnik nuklir. Sehingga pada kesempatan kali ini akan dipaparkan tentang peranan radioaktif, mekanisme kerja dan dampak yang ditimbulkannya dalam bidang kedokteran dan kesehatan.

II. PEMBAHASAN
A. Peranan Radioaktif dalam Bidang Kesehatan dan Kedokteran
Bidang kesehatan dan kedokteran merupakan bidang terbesar yang menggunakan senyawa bertanda radioaktif. Hampir dari 80% dari penggunaan zat radioaktif terletak di bidang ini. Dengan isotop radioaktif telah dapat diselidiki dan dipelajari proses fisiologi, biokimia, patologi dan farmakologi berbagai macam obat.
Penggunaan isotop radioaktif dalam kedokteran, sebetulnya telah dimulai semenjak tahun 1936 pada waktu John Lawrence et. al. Menggunakan fosfor-32 untuk terapi. Walaupun dimulai untuk terapi, tetapi penggunaan radioisotop selanjutnya hampir 90% ditujukan untuk diagnosis, dan sebagian besar telah dalam bentuk senyawa bertanda.[1]
Cabang ilmu kedokteran yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik pendek, seperti sinar x disebut radiologi. Radiologi dimanfaatkan untuk menunjang diagnosis penyakit. Dalam dunia kedokteran nuklir, prinsip radiologi dimanfaatkan dengan memakai isotop radio aktif yang disuntikkan ke dalam tubuh. Kemudian, isotop tersebut ditangkap oleh detektor di luar tubuh sehingga diperoleh gambaran yang menunjukan distribusinya di dalam tubuh. Sebagai contoh untuk mengetahui letak penyempitan pembuluh darah, digunakan radioisotop natrium. Kemudian jejak radioaktif tersebut dirunut dengan menggunakan pencacah Geiger. Letak penyempitan pembuluh darah ditunjukan dengan terhentinya aliran natrium.
Selain digunakan untuk mendiagnosis penyakit, radioisotop juga digunakan untuk terapi radiasi. Terapi radiasi adalah cara pengobatan dengan memakai radiasi. Terapi seperti ini biasanya digunakan dalam pengobatan kanker. Pemberian terapi dapat menyembuhkan, mengurangi gejala, atau mencegah penyebaran kanker, bergantung pada jenis dan stadium kanker.[2]
1. Radiodiagnostik
Radiodiagnostik adalah kegiatan penunjang diagnostik menggunakan perangkat radiasi sinar pengion (sinar x), untuk melihat fungsi tubuh secara anatomi. Ahli dalambidang ini dikenal sebagai radiolog.[3] Salah satu contoh radiodiagnostik adalah rontgen. Radiodiagnostik dilakukan sebelum melakukan radioterapi.
2. Radioterapi
Radioterapi adalah tindakan medis menggunakan radiasi pengion untuk mematikan sel kanker sebanyak mungkin, dengan kerusakan pada sel normal sekecil mungkin. Tindakan terapi ini menggunakan sumber radiasi tertutup pemancar radiasi gamma atau pesawat sinar-x dan berkas elektron.[4]
Baik sel-sel normal maupun sel-sel kanker bisa dipengaruhi oleh radiasi ini. Radiasi akan merusak sel-sel kanker sehingga proses multiplikasi ataupun pembelahan sel-sel kanker akan terhambat. Sekitar 50 – 60% penderita kanker memerlukan radioterapi. Tujuan radioterapi adalah untuk pengobatan secara radikal, yaitu untuk mengurangi dan menghilangkan rasa sakit atau tidak nyaman akibat kanker, selain itu juga bertujuan untuk mengurangi resiko kekambuhan dari kanker. Dosis dari radiasi ditentukan dari ukuran, luasnya, tipe, dan stadium tumor bersamaan dengan responnya terhadap radio terapi.[5]
Terdapat dua teknik dalam radioterapi yaitu teleterapi (sumber eksternal) dan brakiterapi (sumber internal). Pada tindakan teleterapi, posisi sumber radiasi gamma energi tinggi yang berasal dari Cobalt-60 yang disimpan dalam kontainer metal yang tebal pada alat, dapat diatur sedemikian rupa sehingga kanker dapat diradiasi dari berbagai arah yang ditujukan setepat mungkin pada jaringan tumor. Tumor ganas dikenai radiasi yang sangat kuat secara berulang-ulang menggunakan teknik fraksinasi (dosis terbagi atas perkali pemberian dari total dosis yang harus diterima oleh pasien) selama jangka waktu beberapa minggu. Radioterapi diberikan setiap hari dari berbagai arah secara tepat pada kanker. Dengan demikian kanker akan menerima radiasi yang bersilang dengan dosis tinggi sementara jaringan normal dan sehat di sekitar lokasi kanker hanya akan menerima dosis yang lebih rendah dengan tingkat kerusakan yang dapat ditoleransi tubuh dan berangsur pulih.[6]
Radioterapi dapat pula dilakukan dengan menggunakan sumber radiasi terbuka yang diposisikan sedekat mungkin dengan kanker, dikenal sebagai tindakan brakiterapi. Sumber radiasi terbuka yang umum digunakan antara lain I-125, Ra-226, yang dikemas dalam bentuk jarum, biji sebesar beras, atau kawat dan dapat diletakkan dalam rongga tubuh (intracavitary) seperti kanker serviks, kanker paru, dan kanker esopagus, dalam organ/jaringan (interstisial) seperti kanker prostat, kanker kepala dan leher, kanker payudara, atau dalam lumen (intraluminal).
Kegunaan radioterapi adalah sebagai berikut:
1. Mengobati : banyak kanker yang dapat disembuhkan dengan radioterapi, baik dengan atau tanpa dikombinasikan dengan pengobatan lain seperti pembedahan dan kemoterapi.
2. Mengontrol : Jika tidak memungkinkan lagi adanya penyembuhan, radioterapi berguna untuk mengontrol pertumbuhan sel kanker dengan membuat sel kanker menjadi lebih kecil dan berhenti menyebar.
3. Mengurangi gejala : Selain untuk mengontrol kanker, radioterapi dapat mengurangi gejala yang biasa timbul pada penderita kanker seperti rasa nyeri dan juga membuat hidup penderita lebih nyaman.
4. Membantu pengobatan lainnya : terutama post operasi dan kemoterapi yang sering disebut sebagai “adjuvant therapy” atau terapi tambahan dengan tujuan agar terapi bedah dan kemoterapi yang diberikan lebih efektif.[7]
B. Manfaat Radioisotop dalam Bidang Kesehatan dan Kedokteran
Banyak radioisotop yang digunakan dalam bidang kesehatan dan kedokteran dan masing-masing radioisotop tersebut memiliki manfaat yang berbeda, antara lain:
1. I-131 Terapi penyembuhan kanker Tiroid, mendeteksi kerusakan pada kelenjar gondok, hati dan otak.
2. Pu-238 energi listrik dari alat pacu jantung.
3. Tc-99 & Ti-201 Mendeteksi kerusakan jantung.
4. Na-24 Mendeteksi gangguan peredaran darah.
5. Xe-133 Mendeteksi Penyakit paru-paru.
6. P-32 Penyakit mata, tumor dan hati.
7. Fe-59 Mempelajari pembentukan sel darah merah.
8. Cr-51 Mendeteksi kerusakan limpa.
9. Se-75 Mendeteksi kerusakan Pankreas.
10. Tc-99 Mendeteksi kerusakan tulang dan paru-paru.
11. Ga-67 Memeriksa kerusakan getah bening.
12. C-14 Mendeteksi diabetes dan anemia.
13. Co-60 Membunuh sel-sel kanker.[8]
C. Mekanisme kerja
1. Radiodiagnostik
I-131 digunakan sebagai terapi pengobatan untuk kondisi tiroid yang over aktif atau kita sebut hipertiroid. I-131 ini sendiri adalah suatu isotop yang terbuat dari iodin yang selalu memancarkan sinar radiasi. Jika I-131 ini dimasukkan kedalam tubuh dalam dosis yang kecil, maka I-131 ini akan masuk ke dalam pembuluh darah traktus gastrointestinalis. I-131 dan akan melewati kelenjar tiroid yang kemudian akan menghancurkan sel-sel glandula tersebut. Hal ini akan memperlambat aktifitas dari kelenjar tiroid dan dalam beberapa kasus dapat merubah kondisi tiroid.[9]
2. Radioterapi
Bila jaringan terkena radiasi penyinaran, maka jaringan akan menyerap energi radiasi dan akan menimbulkan ionisasi atom-atom. Ionisasi tersebut dapat menimbulkan perubahan kimia dan biokimia yang pada akhirnya akan menimbulkan kerusakan biologik. Kerusakan sel yang terjadi dapat berupa kerusakan kromosom, mutasi, perlambatan pembelahan sel dan kehilangan kemampuan untuk berproduksi.
Radiasi pengion adalah berkas pancaran energi atau partikel yang bila mengenai sebuah atom akan menyebabkan terpentalnya elektron keluar dari orbit elektron tersebut. Pancaran energi dapat berupa gelombang elektromagnetik, yang dapat berupa sinar gamma dan sinar X. Pancaran partikel dapat berupa pancaran elektron (sinar beta) atau pancaran partikel netron, alfa, proton.
Dengan pemberian setiap terapi, maka akan semakin banyak sel-sel kanker yang mati dan tumor akan mengecil. Sel-sel yang mati akan hancur, dibawa oleh darah dan diekskresi keluar dari tubuh. Sebagian besar sel-sel sehat akan bisa pulih kembai dari pengaruh radiasi. Tetapi bagaimanapun juga, kerusakan yang terjadi pada sel-sel sehat merupakan penyebab terjadinya efek samping radiasi.[10]
D. Efek radioaktif bidang kesehatan dan kedokteran
Efek samping radioterapi bervariasi pada tiap pasien. Secara umum efek samping tersebut tergantung dari dosis terapi, target organ dan keadaan umum pasien. Beberapa efek samping berupa kelelahan, reaksi kulit (kering, memerah, nyeri, perubahan warna dan ulserasi), penurunan sel-sel darah, kehilangan nafsu makan, diare, mual dan muntah bisa terjadi pada setiap pengobatan radioterapi. Kebotakan bisa terjadi tetapi hanya pada area yang terkena radioterapi. Radiasi tidak menyebabkan kehilangan rambut yang total. Pasien yang menjalani radiasi eksternal tidak bersifat radioaktif setelah pengobatan sehingga tidak berbahaya bagi orang di sekitarnya. Efek samping umumnya terjadi pada minggu ketiga atau keempat dari pengobatan dan hilang dua minggu setelah pengobatan selesai.
Efek radiasi pada sistem, organ atau jaringan:
1. Darah dan Sumsum Tulang Merah
Darah putih merupakan komponen seluler darah yang tercepat mengalami perubahan akibat radiasi. Efek pada jaringan ini berupa penurunan jumlah sel. KompOnen seluler darah yang lain ( butir pembeku dan darah merah ) menyusun setelah sel darah putih. Sumsum tulang merah yang mendapat dosis tidak terlalu tinggi masih dapat memproduksi sel-sel darah merah, sedang pada dosis yang cukup tinggi akan terjadi kerusakan permanen yang berakhir dengan kematian ( dosis lethal 3 – 5 sv). Akibat penekanan aktivitas sumsum tulang maka orang yang terkena radiasi akan menderita kecenderungan pendarahan dan infeksi, anemia dan kekurangan hemoglobinefek stokastik pada penyinaran sumsum tulang adalah leukemia dan kanker sel darah merah.
2. Saluran Pencernaan Makanan
Kerusakan pada saluran pencernaan makanan memberikan gejala mual, muntah, gangguan pencernaan dan penyerapan makanan serta diare. kemudian dapat timbul karena dehidrasi akibat muntah dan diare yang parah. Efek stokastik yang dapat timbul berupa kanker pada epithel saluran pencernaan.
3. Organ Reproduksi
Efek somatik non stokastok pada organ reproduksi adalah sterilitas, sedangkan efek genetik (pewarisan) terjadi karena mutasi gen atau kromosom pada sel kelamin.
4. Sistem Syaraf
Sistem syaraf termasuk tahan radiasi. Kematian karena kerusakan sistem syaraf terjadi pada dosis puluhan sievert.
5. Mata
Lensa mata peka terhadap radiasi. Katarak merupakan efek somatik non stokastik yang masa tenangnya lama (bisa bertahun-tahun).
6. Kulit
Efek somatik non stokastik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis, mulai dengan kemerahan sampai luka bakar dan kematian jaringan. efek somatik stokastik pada kulit adalah kanker kulit.
7. Tulang
Bagian tulang yang peka terhadap radiasi adalah sumsum tulang dan selaput dalam serta luar pada tulang. kerusakan pada tulang biasanya terjadi karena penimbunan stontium-90 atau radium-226 dalam tulang. Efek somatik stokastik berupa kanker pada sel epithel selaput tulang.
8. Kelenjar Gondok
Kelenjar gondok berfungsi mengatur metabolisme umum melalui hormon tiroxin yang dihasilkannya. Kelenjar ini relatif tahan terhadap penyinaran luar namun mudah rusak karena kontaminasi internal oleh yodium radioaktif.
9. Paru-paru
Paru-paru pada umumnya menderita kerusakan akibat penyinaran dari gas, uap atau partikel dalam bentuk aerosol yang bersifat radioaktif yang terhirup melalui pernafasan.
Sumber:
Anonymus, 2006, Radioactive Iodine (I-131) Therapy, North America: RadiologiInfo. Radiological Society of North America, Inc
http://eddyrumhadi.blogdetik.com/ (diakses 23 Mei 2011)
http://gurufisikamuda.blogspot.com/2010/02/manfaat-zat-radioaktif-radioisotop.html (diakses 23 Mei 2011)
http://klikharry.wordpress.com/2007/03/08/radioterapi-karsinoma-tiroid/ (diakses 23 Mei 2011)
http://www.infonuklir.com/indexes/lists/iptek_nuklir/teknik_nuklir_dibidang_kesehatan/second/iptek_nuklir (diakses 23 Mei 2011)
Indrajit, Dudi, 2007, Mudah dan Aktif Belajar Fisika untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam, Bandung: Setia Purna Inves
Kreshnamurti, Irwan, dkk., Refrat Radioterapi: Radioterapi Pada Kanker Serviks, Palembang: Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang
Setiawan, Duyeh, 2010, Radiokomia Teori Dasar dan Aplikasi Teknik Nuklir, Bandung: Widya Padjadjaran
Diposkan oleh jawigo di 11:30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar